sad playlist | bagian 2
Hujan & Kenan | 1988
---
april 1988
awal minggu di bulan april. hujan masih menunggu jawaban kenan dalam dua minggu penuh. memang hujan yang mengatakan agar kenan tidak menjawabnya terburu-buru. namun sepertinya hal itu menjadi bumerang bagi hujan, ia jadi tak bisa fokus, sering terkejut, dan panikan. jadi, apa hujan berhenti mendekati kenan? tentu tidak.
hujan juga tidak menduga perasaannya akan mengembang sebesar ini dalam waktu yang singkat. awalnya hanya kesal karena ayahnya yang dihormati banyak orang tiba-tiba ada yang sering menatapnya dingin dan sering menghindarinya, kenan orangnya. hujan semakin penasaran, dan karena itu semuanya jadi seperti ini.
"jan, udah denger belom?" ajeng, salah satu teman kuliahnya tiba-tiba mendekat dan mengungkapkan sebuah gosip yang beberapa bulan ini hangat dibicarakan.
mahasiswi semester tiga itu sudah malas duluan mendengar kalimat ajeng. ia tipe yang tidak suka membicarakan gosip. mendingan ia mengganggu kenan daripada mendengarkan hal-hal itu.
"akbar anak mantan dosen itu!"
"APA?"
"shht, diem! aku juga denger dari yang lain."
hujan berdiri dari duduknya gugup, "aku duluan."
ia berlari menuju gedung kelas kenan dan akbar. disana kedua pria itu berdiri mematung di tengah-tengah koridor, dengan para mahasiswa lain yang berlalu-lalang melewati seraya berbisik membicarakan mereka.
gosip sudah tersebar cepat.
---
"beritanya gak bener kan?"
mereka bertiga duduk di sebuah warung makan dekat rumah kenan. tadinya hanya ingin kenan dan akbar, namun hujan mengikuti mereka sampai kesini.
"akbar, kamu harus tegas bilang kalau itu gak bener!" tegas hujan.
"kamu gak diundang kesini hujan, bisa pergi dulu?" pinta kenan terhadap hujan.
"bener, gua anaknya mantan dosen itu." mata akbar menatap tajam hujan. sejak beberapa waktu lalu ia tahu bahwa hujan adalah anak pemimpin kampus dari kenan.
hujan kaget karena rumor itu benar dan tidak paham atas tatapan tajam dari akbar. kenan meraih tangan hujan dan pergi dari sana beberapa meter dari sana. lebih tepatnya ke gang belakang rumah kenan, setidaknya ia harus menjauhkan hujan dari akbar terlebih dahulu.
"saya tolak kamu, maaf. sekarang kamu bisa pergi kan?"
sesaat hujan terdiam mencerna semuanya, "kasih tau alasannya, alasan yang sejujurnya." hujan memang tidak sepintar kenan. ia mahasiswi biasa yang tingkat kepintaran biasa saja, namun, "aku bukan orang bodoh." hujan merasa keganjalan.
jika kenan memang tidak suka, kenapa harus bilang sekarang?
ia bisa saja menolak hujan saat itu juga.
"apa ada hubungannya sama akbar?" tatapan marah akbar kepadanya membuat hujan risih.
raut wajah hujan seperti akan menangis. ia takut telah berbuat kesalahan terhadap akbar. tapi apa itu hujan tidak tahu. hujan sedikit mengerti sifat akbar, ia tidak akan marah pada hal-hal kecil.
"ayah kamu..."
manik mata hujan menatap kenan ketika ayahnya disebutkan.
"bukan ayah akbar yang melecehkan mahasiswi itu, tapi ayahmu." kenan meraih tangan hujan. "hujan..."
hujan melepaskan genggaman itu, "terimakasih sudah tolak aku."
wanita itu berlari pergi dari sana.
"hujan!" panggil kenan namun tidak dibalas olehnya.
kenan berlari menuju warung makan dimana akbar berada, namun ia sudah tidak ada disana juga.
---
malam ini kenan tidak bisa tidur. sesaat ada pikiran jelek dimana akbar yang ingin mencelakai hujan karena amarahnya. tapi setahu kenan, akbar bukan orang seperti itu. dia anak yang baik.
tapi apa boleh kenan hanya memastikan?
ia bangkit dari kamar dan menelpon akbar melalui pesawat telepon di rumanya. terangkat, namun tidak ada suara apapun disana. "halo akbar?"
"halo? ini temen sekamarnya akbar. akbar lagi gak di kostan. kenapa, ya?"
"akbar kemana, ya?"
"entah. dia keliatan marah banget, diem gitu. saya gak berani nanyainnya."
akbar gak mungkin, kan?
"makasih, ya."
kenan menutup teleponnya dan segera menelepon rumah hujan. namun gak ada jawaban. lima kali, tetap tidak ada jawaban.
tanpa ragu kenan mengambil jaketnya dan keluar dengan sepedanya. ia mengendarai sepedanya sangat cepat, hingga rantainya putus dan ia tersungkur ke tanah. ia meringis, namun tetap bangun dan menyingkirkan sepedanya ke pinggir jalan. ia memilih melanjutkan dengan berlari. masih cukup jauh, sikut dan lututnya terluka. namun kenan tetap berlari.
hampir sampai. hanya tinggal sedikit lagi.
"kak kenan!"
kenan memperlambat langkah larinya. ia berhenti dan menoleh. ada hujan disana. lantas kenan kembali berlari dan merengkuh hujan dalam peluknya.
"saya telepon rumah kamu, tidak ada yang menjawab." ucap kenan dengan napasnya yang terengah.
"aku lagi ke warung, ayah... di rumah gak ada orang. kenapa emangnya?"
kenan menggeleng, "alhamdulillah kalau kamu baik-baik aja."
hujan melihat luka di sikut dan lutut kenan, "tapi kakak sebaliknya..."
pria itu tersenyum, "gak perlu khawatirin aku." namun balasan kenan mendapat tinjuan kecil dari hujan. kenan meringis sakit.
"apanya yang gak perlu khawatir? sini duduk." hujan memaksa kenan untuk duduk di depan warung. sementara hujan kembali masuk ke warung untuk membeli obat merah.
hujan mengobati luka kenan. dan kenan lega karena hujan baik-baik saja.
"kenapa kesini, kak?" tanya hujan seraya mengobati lutut kenan. suaranya tenang, sisa perasaan tidak percaya, takut, dan bersalah masih terasa pada nada bicaranya hujan.
"khawatir, saya kira akbar akan mencelakai kamu."
"oh begitu..."
tik.. tik..
"kak, ayo masuk warung dulu. hujan."
mereka melangkah masuk ke warung. hujan meminta izin ke pemilik warung untuk meneduh. kenan mengamati perubahan hujan dalam beberapa jam setelah ia memberitahukan fakta bahwa ayahnya hujan yang bersalah.
"kamu gak suka hujan?"
hujan menggeleng.
"tapi saya suka. ayo!"
"apa?"
kenan menarik lengan hujan berlari menerobos rintik air dari langit itu. hujan tidak suka dinginnya hujan, namun sepertinya hujan sepertinya tidak keberatan kali ini. malah garis senyum yang terukir pada bibir hujan. mereka sampai pada rumah hujan dengan sedikit basah kuyup.
"langsung ganti baju, jangan sampai sakit."
"bukannya kakak udah tolak aku? kenapa sebaik ini?"
kenan juga tidak tahu kenapa, "saya juga gak tahu kenapa." tangannya mengelus rambut hujan yang basah. "kalau gitu saya pulang, ya."
"tunggu kak, saya punya payung."
kenan pulang dengan payung milik hujan.
---
akbar membolos satu kelas hari ini. kenan khawatir. sore ini setelah kelas rencananya kenan hendak menghampiri akbar yang ia tebak ada di desa tempat tinggal ayahnya. namun fakta bahwa kini akbar tengah berdiri di tengah lapangan dengan memegang karton besar di atas kepalanya membuat kenan membeku melihatnya dari lantai atas.
[AYAH SAYA TIDAK BERSALAH, NAMUN PIMPINAN YANG MELAKUKAN PELECEHAN]
kini suara orang-orang mulai terdengar membicarakan rumor itu kembali. entah apa yang bisa kenan perbuat, namun pertama sepertinya kenan harus membawa akbar keluar dari perhatian orang-orang di kampus. kenan turun ke lapangan, meghampiri dan meraih kasar lengan akbar agar menurunkan karton yang ia pegang. akbar menepis tangan kenan.
"apa-apaan lo?"
"bukan gini, akbar!"
"terus apa, bajingan? pimpinan itu hidup normal setelah nuduh bokap gua yang melakukan pelecehan. sedangkan bokap gua? dia berhenti dari pekerjaannya, dikucilin, dia bahkan milih tinggal di desa buat lepas dari sudutan yang sama sekali gak bener. lapor polisi? percuma, udah dikasih duit sama pimpinan! terus lo bilang bukan gini caranya? terus apa? gimana?" ujarnya penuh emosi.
petugas polisi tiba-tiba datang dengan pak satpam. mereka menahan akbar dengan laporan pembuat keributan. akbar tersenyum sinis mengalami ini semua.
"pak polisi, terus pimpinan itu? dia melakukan pelecehan kepada salah satu mahasiswi disini!"
"kamu punya buktinya?"
lucu sekali. segalanya yang ada di dunia membuat akbar tersenyum sinis.
mereka membawa akbar ke kantor polisi.
---
hujan tentu juga menyaksikan itu. bagaimana tidak adanya keadilan. ayahnya benar-benar keteraluan, dia yang memanggil polisi dengan laporan keributan. kan bisa dibereskan dengan keamanan di kampus. tapi ketika hujan melihatnya sendiri bahwa ayahnya yang melaporkan ke polisi, hujan hampir melihat seseorang yang berbeda. ayahnya bukan seperti ayahnya.
hari ketika kenan mengatakan bahwa ayahnya yang melakukan kejahatan. hujan segera mengacak kantor ayahnya untuk mencari petunjuk. awalnya ia yakin ucapan Kenan merupakan omong kosong. hujan tahu bagaimana baiknya sang ayah.
namun ketika hujan menemukan sang ayah yang mengoleksi koran berita tentang ayahnya akbar sangat-sangat banyak. ia merasakan sedikit kejanggalan.
hari itu juga hujan mencari korban pelecehan. ia mengasingkan diri di sebuah wilayah kecil dari kota ini dan menjalani harinya penuh trauma.
"permisi, kak."
namun hujan tetap mencoba untuk membujuk korban untuk bersedia memberi keterangan sebagai korban dengan sejujur-jujurnya.
awalnya dia menolak, terlihat raut wajah takut. namun terlihat juga kalau sang korban ingin mengungkapkan apa yang benar. hujan hampir tidak berhasil. syukurlah, ia bisa membujuknya.
---
2020
"selesai dong?" tanya jura penasaran. "kesaksian korban diserahin ke polisi, pasti ayahnya hujan juga ditangkap."
juna memutar kedua tangannya, "ya bener sih urusan ayah hujan. dia di penjara setelahnya." ujarnya.
"selesai?"
"belum."
"terus?"
"beliin es dulu."
jura mendecak kesal, "iya kak beli sana."
juna terkekeh senang dan menyelesaikan urusan minuman. ia kembali duduk di sebelah jura untuk kembali bercerita.
"tapi, takdir beneran gak adil."
"kenapa? maksudnya gimana?"
---
mei 1988
"tiga bulan lagi dok?"
entah bagaimana kenan akan menjelaskan kepada hujan, kalau dirinya ternyata menderita tumor ganas. kenan menghela napas panjang, bagaimana bisa ia terkena tumor padahal tubuhnya terasa sehat-sehat saja?
"kalau begitu permisi, dok."
kenan keluar dari rumah sakit dan disana sudah ada hujan yang menunggu. garis senyum terbentuk pada bibir kenan, melihat kekasihnya yang sangat cantik.
"apa kata dokter?"
jawaban apa yang harus kenan berikan?
"cuman kecapean katanya."
hujan mengangguk-angguk. ia merangkul lengan kenan lalu mereka berjalan untuk mencari taxi. kenan merasa harus jujur memberitahunya, tapi untuk kapan waktu yang tepat, kenan juga tidak tahu.
baru beberapa minggu sebelumnya ayahnya dipenjara dan akibatnya semua orang jadi tahu kalau hujan adalah anak pimpinan, dan menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara. hujan jadi dibicarakan satu kampus, tapi ia masih bisa setegar ini. kenan tidak tahu apa memberitahunya adalah keputusan yang bijak.
"beneran cuman kecapean?"
hujan menunduk, dan menyandarkan kepalanya di pundak kenan, "sepertinya bukan kecapean doang?"
"bukan apa-apa, hujan." sahut Kenan halus.
"oh, iya! senin besok kamu udah wisuda aja nih, cie." hujan terlihat senang dan memainkan jari-jarinya kenan. "aku bakal dandan yang cantik untuk jadi gandengan kamu."
"deg-degan ih, ketemu orang tua kamu juga!" ujarnya seraya memukul-mukul pelan punggung tangan kenan.
kenan mengacak rambut hujan, "kan udah pernah ketemu."
"tetep saja."
dahlah anak muda pacaran.
---
mereka hidup normal kembali. pimpinan kampus diubah, ya sedikit hukuman kecil untuk akbar karena tindakannya saat itu. masih ada sedikit gosip tapi mereka bertiga baik-baik saja.
kenan dan akbar juga sudah dinyatakan lulus hanya tinggal wisuda. kalau hujan, ya, tetap berkuliah seperti tidak ada apapun terjadi.
"tumor otak."
membeku hujan mendengarnya. ia merasa hidupnya tidak adil. ia sudah cukup sakit karena tahu fakta bahwa ayahnya yang bersalah. kenapa harus diberikan cobaan seperti ini juga?
"hujan, kamu tenang ya. saya baik-baik saja kok."
sehari sebelum wisuda kenan dan akbar. hujan memaksa kenan agar memberitahu diagnosis dokter yang sejujurnya. karena gejala kenan semakin parah dari hari sebelumnya. hujan tidak menyangka akan membuatnya sekaget ini.
"bagaimana dengan pengobatannya?"
"lagi aku pikirkan-"
"APA LAGI YANG HARUS DIPIKIRKAN SIH?" teriak hujan khawatir.
"iya, baik. akan langsung aku ambil pengobatannya."
berakhir dengan kenan yang mulai menjalani pengobatannya meski sudah di tingkat yang paling parah dari penyakitnya. akbar dan ayahnya—gurunya kenan, pun jadi tahu. keluarga kenan dan hujan juga tahu. kami pikir akan berhasil.
namun wajahnya memucat seiring waktu. dia jadi lulusan terbaik dan tetap kukuh ingin datang ke wisuda dan berfoto dengan hujan, akbar, dan orang-orang yang selalu mendukungnya.
saat wisuda yang seharusnya menjadi momen terbaik. namun berbalik menjadi momen wisuda paling sedih.
---
desember 1988
kami pikir pengobatan akan benar-benar berhasil. itu yang kami ingin yakini. bahkan kenan berhasil melewati tiga bulan prediksi dokter. kenan dan semuanya belum kehilangan semangat.
bahkan kenan dan hujan membuat daftar keinginan agar menjalani hari-hari dengan semangat. hingga kenan sembuh nanti.
22 desember 1988.
ulang tahun ibu kenan, hari ibu, dan ulang tahunnya hujan.
kenan meninggalkan kami tepat di hari itu. di hari yang hujan. semuanya bersedih. langit pun menangis karenanya.
"bajingan, kita belum merayakan hari ulang tahunku, ibumu, ibu sedunia." suara hujan sayu dipelukan ibu kenan.
di tahun 1988. hujan bertemu dengan kenan. dalam waktu singkat keduanya saling jatuh cinta. dalam waktu singkat singkat, kenan meninggalkan hujan menjadikannya bagian daftar putar paling sedih di kehidupan hujan. di tahun 1988.
sad playlist : selesai
---
jika kalian penasaran. hujan tentu saja tetap melanjutkan hidupnya. memang perlu waktu untuk menerima semua kesedihan di tahun itu. namun kehidupan kembali memberikan kesempatan kepada hujan untuk tersenyum.
kenan pun tidak keberatan sama sekali. karena hujan sangat cantik ketika menikmati kehidupannya, tersenyum.
hujan tidak melupakan seseorang yang membuatnya pertama kali menyukai hujan. ia selalu menyimpannya dalam hati.
***
benar-benar selesai ♡
i'm trying my best untuk membuat suasana old/vintagenya ada. idk, itu berhasil atau enggak. i'll try harder di cerita selanjutnya.🤓
semua foto diambil dari pinterest. wajah yang dipasang hanya sebagai visualisasi.
terimakasih sudah membaca!❤️