adore
[。*゚+ ADORE +*゚。]
cuaca panas benar-benar membunuh dito perlahan. liburannya sangat membuat dirinya bosan, disaat yang sama ia malas melakukan apapun. tentu perintah dari ibunya menjadi pengecualian. disiram air tentu akan segar, namun dito lebih baik mencari aman dari omelan ibunya.
sejak membuka matanya, ia malah seperti orang mati saking besarnya diameter lingkar hitam di bawah mata hitam lekat itu. badannya bukan merasa segar, namun pegal serta berat. ia sungguh bosan.
"begadang lagi, nyet?"
bak sahabat, dito hanya menyengir saat ibunya mengoceh capek terhadapnya.
"jangan begadang mulu, lu jadi gabisa bangun pagi, makanya rejeki dicaplok ayam terus."
"dito belum kerja ma, baru aja masuk kuliah, rejeki dari mana?"
ibunya melempar sejumlah uang yang dikucel, "lu kira rejeki tentang uang doang? udah sana beli sabun, udah abis."
ucapan ibunya berhasil membuat dito seharian kepikiran. sebagian ia kesal karena rasanya seperti masih anak kecil, namun bagian itu dito tidak bisa protes, sebagian besar lainnya karena ia tertegun dengan ucapan sang ibu.
hari ini pun dito menjalani keseharian liburnya seperti biasa, menuruti permintaan ibu, nonton anime, menunggu untuk mengganggu adik perempuan pulang dari sekolah menengah pertama, juga terkadang membuat sketsa.
hanya saja ia cukup banyak menguras energi karena membantu ibunya yang tengah disiram rejeki pesanan katering. berdua dengan sang ibu, dibantu telat oleh sang adik karena padatnya kegiatan yang ia ikuti di sekolahnya.
satu rumah terkejut saat melihat anak pria mereka terlelap lebih awal di kamarnya dan terlihat amat lelah, dengan sayang ibu mengelus kepala dito, “semoga besok bangun pagi dan gak nolep lagi ya, nak.
dito sungguh tidak menyangka bahwa ia memecahkan rekor jam tidurnya dan bangun sangat pagi hari ini. badannya segar, tidak seperti biasanya.
“oi? to, bangun lebih cepet lo?”
“to? TO? eh kutu! gue abang lo, ya.”
adiknya menyengir dan melemparkan powerbank yang sempat ia pinjam (curi) dari abangnya dua hari lalu, “emak nyuruh buka jendela, apek banget kamar lo?”
“tanda orang sukses ini, nyet.” tangannya tanggap menangkap powerbank miliknya.
“najis.”
dito membuka jendela hingga sinar mulai masuk ke kamarnya. okay, not bad. gak sepanas yang ia kira. padahal baru kemarin dito sadari kalau musim panas telah dimulai, saking teriknya matahari.
“to! ikut sarapan sini!” sang ibu memanggil.
baru saja dito hendak turun dari kasurnya, namun sebuah suara manis tiba-tiba menarik atensi dito sepenuhnya, tanpa sisa. anehnya, terasa istimewa bagi dito.
sebuah bel sepeda.
sumber suara itu berbunyi sekian kali. dikendarai seorang gadis yang tak pernah ia lihat. sepeda itu berhenti sesaat dan nampaknya si gadis tengah berbincang dengan seseorang.
bagaimana bisa lingkungan rumahnya yang sudah ia lihat berkali-kali hingga mati bosan, berubah seketika karena kehadiran gadis itu?
dito benar-benar tidak bergerak dan terpaku netra terhadap gadis dengan sepeda putih berkeranjang bunga di dalamnya, helai rambutnya diikat kuda dan bahkan kaos biru laut yang amat sederhana.
si gadis kembali pergi dengan suara bel itu, bersamaan dengan perlahan munculnya akal sehat dito. damn, that was most beautiful things yang pernah dito lihat di tahun ini.
“melamun mesum lu ya? makan, bego! dipanggil ibu dari tadi itu!”
siapa dia ya?
dito terus memandang sketsa gadis yang ada diingatannya. sudah beberapa hari sejak ia pertama kali melihat sosok yang membuatnya diam terpaku.
“kak hani?”
“huh?”
suara adik perempuannya menginterupsi pikirannya. nampaknya sang adik melihat sketsa pensil yang tengah dito genggam beberapa hari ini.
“itu kayak kak hani.”
“lo kenal?”
“of course, dia kakel gue. tahun akhir di sma. kadang ketemu waktu lomba, sama karena rumah kita saling deket, jadi bisa dibilang gue kenal. ngapa lo gambar dia?”
ah, sekolah adiknya ini memang menyatu dari sd hingga sma. gedung smp dan sma cukup dekat satu sama lain, sementara untuk sekolah dasarnya punya gedung yang cukup jauh dari kedua itu.
“pernah liat dia sekali, tapi gua kok gak pernah liat dia lagi, ya?”
“kapan?”
“waktu selesai bantu katering ibu kemaren, gue ketiduran cepet, bangunnya kepagian.”
sang adik gak heran, “pantes ae, lo kan bangunnya siang terus. kak hani tuh morning person, dodol! udah berkegiatan pas lo masih molor.”
wow.
oke, ibu bener.
rejeki dito kecaplok ayam.
[。*゚+ ADORE +*゚。]
hari ini dito bangun dengan basah kuyup, seluruh badannya kaget saat diguyur dengan air. well, memang dia yang minta adiknya untuk mengguyur tubuhnya jika susah dibangunin, dito sangat ingin bangun pagi dan menyapa gadis dengan nama hani itu.
tentu sang adik merasa abangnya sakit saat minta hal itu, namun ia hanya akan memantau saat ini.
“ganti baju, orang yang lo cari harusnya lewat sebentar lagi.”
dengan tubuh yang masih kaget, dito berterima kasih pada dala, sang adik.
hari ini ia hanya akan melihat hani dari jauh, mungkin lebih dekat dari sebelumnya? karena weekday, para siswa-siswi harus sekolah, dito masih belum ada kesempatan untuk mengajaknya berbicara.
pun ia terlihat manis hanya dengan seragam coklat sekolahnya. ada scrunchie di pergelangan tangannya, dan rambutnya lurus nampak halus. tangan dito gatal rasanya ingin membuat sketsa sosok hani. selama tiga hari, rutinitas ini serupa dan berulang.
weekend kali ini, dito bertekad untuk berbicara dengan hani. ia sudah bangun lebih pagi melebihi ibunya. dito melakukan yang terbaik agar terlihat oke, namun juga tidak berlebihan.
ibu menjadi yang tertegun melihat anak lanang satu-satunya bangun lebih pagi belakang ini, sementara sang adik sudah memperkirakan bahwa abangnya akan mengajak hani bicara hari ini, namun ia hanya akan tetap memantau dari belakang karena ada hal yang harus sang kakak tahu dengan sendirinya.
hani muncul dari timur dengan sepeda dan totebag di keranjang kecil sepedanya. dito terburu keluar dari rumah dan menghentikan hani serta sepedanya.
“hai! pagi! gue dito dan belakangan gue liat lo lewat sini,” dito memberikan salah satu sketsanya, “gue anak baik-baik, boleh kita kenalan?”
hani nampak bingung saat mengambil kertas yang disodorkan kepadanya, melihat pria di depan ini keluar dari rumah kenalannya membuatnya berpikir sederhana bahwa ia salah satu anak mereka. ia melihat sketsa dirinya saat membuka kertas itu.
melipatnya kembali dan meletakkan pada keranjang sepeda, tangannya mulai bergerak, karena hani tidak mampu mendengar apa yang diucapkan pria ini.
‘‘tunggu sebentar! tunggu!”
tangannya aktif bergerak berbahasa isyarat, “saya teman tuli, apa anda bisa mengulang ucapan anda secara perlahan?’’
ganti, sekarang dito yang merasa bingung dengan kondisi ini. ia sepertinya menangkap maksud isyarat tangan hani, namun otaknya seperti korslet.
dito berucap ragu, “anu... bukan, bukan apa-apa.” dan kabur dari sana.
hani melihat sosok pria yang berlari menjauhi rumahnya dan dia. gadis itu nampak terbiasa, namun bersamaan ada rasa sedih di ulu hatinya karena ia selama ini tahu mengapa orang-orang membuat batas yang luas saat berinteraksi dengannya. ia segera pergi dari sana setelah meninggalkan kertas sketsa di depan pintu rumah dala, adik kelasnya.
dala yang memantau dari rumah segera mengejar dito setelah hani pergi dari sana. ada rasa bersalah bahkan dala tidak berani menyapa hani hari ini. akibat kebodohan sang abang.
[。*゚+ ADORE +*゚。]
kakaknya terlihat duduk pada rumput sebuah taman umum dekat rumah mereka, tanpa pikir panjang, dala melemparkan sendal menuju kepala abangnya.
“you fucking idiot, lu pikir keren begitu?”
dito meringis saat merasa timpukan dari sendal sang adik.
“lu kabur karena dia tuli, sat?”
ia mengerutkan alisnya bingung pada dirinya sendiri, “iya, tapi bukan.”
“belakangan gue liat lu naksir sama kak hani. gua mantau lu dari belakang dan gak bilang kalau dia teman tuli. pikir abang gua udah cukup dewasa buat terima dan bersikap baik dengan banyak kondisi seseorang.”
“dala...”
“tapi lu malah kabur kek gitu?”
“gue cuman kaget, dal!”
“kak hani orang baik, nyet! jangan deketin dia lagi, terlalu baik kak hani buat orang goblok kayak lo, bang.”
ada saat dito merasa, adiknya lebih dewasa dari dirinya sebagai kakak.
otaknya memutar saat pertama kali ia melihat hani. ia mengagumi momen itu dan masih terasa nyata bagaimana ia tidak dapat bergeming karena pacu jantungnya melebihi sebagaimana seharusnya.
kakinya melangkah menuju tempat yang memungkinkan kehadiran hani, karena hani tengah belajar untuk perguruan tinggi, seharusnya ada disebuah kafe atau perpustakaan, bukan? info ini ada campur tangan adiknya yang pernah memberi tahu rutinitas hani.
[。*゚+ ADORE +*゚。]
ia menemukan hani di sebuah toko yang menjual kue dan bunga di dalamnya. kakinya melangkah masuk dan pandang netranya nampak kagum.
“wow,” karena dito merasa bahkan tempat ini cantik seperti hani.
disana si gadis nampak tengah menyusun bunga, meski matanya sesekali membaca buku di meja.
getar ketukan pelan di meja membuat hani menoleh kearah dito. tangannya menyodorkan secarik kertas tulisan di atas buku yang tengah dibacanya.
(aku belum pernah belajar gerak isyarat, jika kita berkomunikasi seperti ini dahulu apa kau tersinggung?)
(tapi sebelum kesini aku belajar cara mengeja namaku)
dito mulai menggerakkan tangannya, “nama saya d-i-t-o.”
hani mengembangkan tipis senyumnya.
(maaf jika sikap aku sebelumnya tidak sopan, boleh kita kenalan ulang?)
dito memberikan kertas-kertas sketsa yang diletakkan hani lagi.
mata hani tertuju pada sketsa teratas yang ditandai sebagai 'pertama kali' oleh dito diujung sketsanya.
kemudian hani membalas kertas dito.
(saya tengah sibuk dan fokus belajar. bagaimana dong?)
dito kesemsem gemes. dan membalas kalimat itu.
(kita bisa mulai dari teman, saya pandai bersabar)
astaga, dua remaja ini bikin gemas.
######
< [。*゚+ ADORE +*゚。] continued: kalo saya mau dan tidak mager nulisnya xixi>